Pages

PROYEK

Friday, December 28, 2012

49 Rekanan Didenda, 12 Putus Kontrak

BLITAR – Sebanyak 49 proyek pekerjaan umum di Kabupaten Blitar didenda. Pasalnya, para rekanan proyek tersebut tidak mampu menyelesaikan pekerjaan mereka sampai batas waktu sesuai surat perjanjian kerja (SPK). Total, nilai kontrak 49 proyek tersebut mencapai Rp 2,6 miliar. Selain itu, 12 proyek lainnya diputus kontrak dengan alasan yang sama.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Blitar Harpiyanto mengungkapkan, semua proyek yang dikenakan denda tersebut merupakan proyek penunjukan langsung (PL) dan rata-rata proyek pembangunan jalan. “Mereka kami denda karena sesuai dengan kontrak, tidak bisa menyelesaikannya tepat waktu. Nah, untuk menyelesaikannya mereka butuh tambahan waktu. Tambahan waktu itu yang kami denda,” ungkapnya.

Sesuai kontrak, lanjut Harpi, para rekanan proyek tersebut dikenakan denda satu permil (satu perseribu) sehari dari nilai kontrak. Sementara, 12 proyek yang diputus kontrak, sebagai sanksinya hanya akan dibayar sampai pekerjaan terakhir yang digarap. “Pekerjaan di lapangan sampai berapa, itu yang kami bayar. Karena tahun ini mereka tidak bisa melaksanakan pekerjaan yang sudah dikontrak, maka tahun depan mereka di-blacklist,” imbuh pria yang akrab disapa Harpi.

Meski demikian, proyek yang dikenakan denda bukan hanya proyek-proyek kelas teri dengan nilai kontrak kecil yang digarap melalui penunjukan langsung (PL). Tapi ada juga proyek dengan nilai kontrak besar hingga mencapai Rp 10 miliar yang ditunjuk melalui proses lelang. “Ada yang nilainya Rp 9 miliar lebih. Rekanannya kami denda Rp 9 juta sehari, sesuai kontrak seperseribu sehari. Ada juga yang nilainya Rp 900 juta, dendanya Rp 900 ribu sehari,” jelas dia.

Proyek senilai Rp 9 miliar tersebut merupakan proyek pengerjaan jalan, sementara yang senilai Rp 900 juta adalah proyek pengerjaan pengairan. Baik yang didenda maupun diputus kontrak, batas waktu SPK proyek-proyek tersebut bervariasi. Ada yang habis November, awal Desember, dan lain-lain. Harpi menjelaskan, rata-rata alasan keterlambatan pengerjaan proyek adalah kurangnya SDM, alat-alat, dan bahan baku proyek. “Tukang yang terampil terbatas, sementara proyek banyak. Juga bahan baku seperti pasir dan batu, alat bantu seperti wales, dan lain-lain. Bahkan ada rekanan yang mengambil alat-alat dari Malang dan Tulungagung. Itu saja juga belum cukup. Tetapi tetap kami denda, itu sebagai pelajaran bagi mereka (rekanan). Tahun-tahun sebelumnya belum pernah ada denda seperti ini,” pungkas Harpi. (c3)





No comments:

Post a Comment