Pages

PUBLIC SERVICE

Friday, December 21, 2012

BLITAR – Ditutupnya lokalisasi dan dilarangnya praktek prostitusi di Kabupaten Blitar sejak 2011, otomatis membuat pekerjaan Komite Pelarangan Prostitusi dan Penanganan Wantita Tuna Susila dan Pria Tuna Susila (KPPP WTS-PTS) Kabupaten Blitar berkurang. Bahkan, lembaga otonom bentukan Pemkab Blitar yang khusus menangani permasalahan wanita dan pria tuna susila tersebut dinilai minim pekerjaan. Meski demikian, anggaran untuk lembaga ini juga tetap besar.

Tahun ini saja, KPPP WTS-PTS mendapat anggaran APBD sebesar Rp 260 juta. Angkat tersebut tidak jauh berkurang dibanding tahun pertama dan kedua lembaga itu berdiri sekitar 2009 lalu, di mana masih ada lokalisasi. Yaitu sekitar 400 juta. Nah, anggaran sebesar Rp 260 juta tersebut dinilai terlalu banyak sebab hanya digunakan untuk monitoring dan koordinasi antar lembaga, selain operasional kantor.

Anggota KPPP WTS-PTS Kabupaten Blitar Safrudin mengungkapkan, pihaknya saat ini lebih banyak melakukan monitoring terhadap para mantan WTS dan PTS di Kabupaten Blitar. “Kami melakukan monitoring, dan pendataan mantan WTS asal Kabupaten, termasuk para WTS kabupaten yang ada di luar kota. Hampir setiap bulan kami menerima WTS dari luar kota,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga melakukan pendataan terhadap dampak dari penutupan lokalisasi selama ini. seperti adanya praktek prostituisi liar, dan lain-lain. Meski demikian, pihaknya menyatakan belum pernah pernah ada hasil dari pendataan tersebut. “Belum, masih analisis,” tegas pria yang akrab disapa Udin.

Tahun ini, lanjut dia, juga tidak ada pembinaan mantan WTS seperti pelatihan dan pemberian modal usaha bagi para mantan WTS atau PTS seperti tahun lalu terhadap 6 mantan WTS. Pihaknya juga menyatakan, belum ada rencana pembinaan seperti itu tahun ini.

Sementara itu, kinerja KPPP WTS-PTS juga dikritisi dewan. Apalagi, lembaga tersebut masih akan berdiri hingga 2014 nanti. Hal itu merujuk kepada perda 15 tahun 2008 tentang pelarangan prostitusi di Kabupaten Blitar. Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar Ahmad Tamim menyatakan, kinerja KPPP WTS-PTS dianggap kurang karena selama ini tidak pernah ada sosialisasi hasil kinerja lembaga ini terkait pelarangan dan penanggulanan WTS-PTS. “Seharusnya mereka mempunyai rencana kerja yang jelas, dan mensosialiasikan hasil kerja mereka ke masyarakat. Sebab, tanggungjawab KPPP ada di masyarakat, walaupun secara normatif kepada dewan,” ungkapnya.

Dia menyatakan, selama ini pihaknya belum pernah mendapat laporan atau sosialisasi hasil kerja lembaga ini. “Misalnya, apakah pasca penutupan itu ada praktek sosialisasi liar, penanggulangannya seperti apa, dan lain-lain. Kami belum pernah menerima laporan itu. Masyarakat juga perlu tahu,” tegasnya.

Dengan demikian, dia menilai, anggaran sebesar Rp 260 juta bagi KPPP WTS-PTS juga terlalu besar. Sebab, anggaran tersebut tidak jelas penggunaannya. “Rp 260 juta itu untuk apa? Kami belum pernah dapat penjelasan tentang kinerjanya. Jangankan Rp 260 juta, Rp 50 juta pun kalau kerjanya tidak jelas menurut kami juga besar,” tegas legislator PKB tersebut.

Dia menyatakan, jika selama ini KPPP WTS-PTS tidak punya program kerja yang jelas, lebih baik dibubarkan dari sekarang. Tidak perlu menunggu hingga lima tahun sampai akhir kotrak 2014 mendatang sesuai perda. “Kalau sudah tidak ada punya perencanaan, tidak ada program, berarti kan tugasnya selesai. Ya lebih baik dibubarkan saja, tidak perlu menunggu lima tahun. Buat apa kalau dianggarkan hanya untuk digaji saja,” pungkasnya. (c3)



No comments:

Post a Comment