Pages

INTERAKSI

Friday, November 2, 2007




HIDUP BERSAMA, HARUS DIBELA!!

Dalam berbagai hal, antara Indonesia dan Malaysia terdapat banyak kesamaan, walaupun sebenarnya berbeda. Kultur, budaya, adat, bahkan bentuk fisik manusia kedua negara hampir sama. Itu sebabnya orang Mesir atau orang Arab lainnya sering kali salah memanggil orang Indonesia dengan sebutan “Ya Malizy!” “Hei orang Malaysia! Atau bisa juga sebaliknya, mereka menyebut orang Malaysia dengan sebutan “Andunisy!.” Dua hal yang memang serupa tapi tak sama. Di Mesir ini, Indonesia dan Malaysia termasuk pengimpor tenaga mahasiswa terbesar dan terbanyak. Dan bukan tenaga kerja, seperti di negara-negara lain. Saudi, Hongkong, misalnya. Dari sini, tentunya sering terjadi interaksi antara mahasiswa kedua negara, karena mereka berada di negara dan kampus yang sama. Bahkan, komunitas mereka sering kali sama-sama terpusat di satu tempat. Hay ‘Asyir misalnya. Dalam lingkup kemahasiswaan, kedua belah negara juga terlihat harmonis menjalin hubungan. PPMI dengan PMRAM yang sesama organisasi induk mahasiswa, WIHDAH dengan HEWI yang sesama organisasi induk mahasiswi, serta ICMI dengan ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) yang sesama organisasi kecendikiawanan Islam. Masing-masing dari keduanya sering terlihat menjalin kerjasama melalui organisasi-organisasi ini. Tentunya hal itu didasari oleh kesamaan dan kedekatan-kedekatan yang ada.Namun begitu, di tingkat negara hubungan RI-Malaysia juga tak selamanya mulus. Sederetan konflik mewarnai hubungan kedua negara. Perebutan pulau, pembajakan budaya, hingga kekerasan terhadap warga pendatang. Konflik-konflik yang terjadi antar kedua negara sedikit banyak juga dirasakan oleh komunitas masyarakat kedua negara yang berada di luar. Apalagi di Mesir, yang intensitas interaksi warga kedua negara tergolong tinggi, walaupun hanya dengan bertatap muka dan bertukar salam di jalan. Konflik yang sumbernya dari masing-masing negara bertetangga itu tanpa disadari telah membawa hawa panas di tengah-tengah komunitas masyarakat kedua negara di sini. Bagaimana mungkin di salah satu bis, seorang mahasiswa Indonesia mengumpat-umpat, menjelek-jelekkan negara Malaysia dihadapan temannya, sedang di sampingnya ada warga Malaysia. Atau bagaimana mungkin serombongan mahasiswi Malaysia mengatakan kata-kata sandi tertentu sebagai pertanda hati-hati ketika bertemu orang Indonesia di jalan?
Di saat-saat seperti inilah instansi-instansi yang mewakili nama pemerintahan harus memerankan fungsinya. Baik instansi yang mewakili mahasiswa (PPMI) ataupun yang mengatasnamakan negara (Kedutaan). Bagaimana mungkin keharmonisan yang telah terjalin itu harus terkoyak dan retak gara-gara konflik yang sumbernya bukan berasal dari komunitas kedua negara yang ada di sini? Hal ini tak bisa dibiarkan, harus segera ada tindakan dari yang berwenang jika tak ingin keadaan semakin menegang. Mengenai format dan prosedur tindakannya, itu terserah para atasan sekalian. Kami hanya ingin tahu langkah kongkrit itu ada. Bukan hanya acuh dan memilih diam, karena ini “katanya” bukan wewenangnya. Bagaimana mungkin?◙