Pages

KAMPUS KITA

Tuesday, October 30, 2007


SENAT USHULUDDIN
ANTARA KONDISI DAN TUNTUTAN PERUBAHAN
Oleh Agus Khudlori*

Senat Mahasiswa Fakultas (selanjutnya disebut SEMA-F) adalah salah satu kekuatan besar yang dimiliki mahasiswa, kaitannya dengan penerapan Student Government System (SGS) di kampus universitas (UIN sebagai cerminan). Kekuatan tersebut tercermin dari salah satunya, pembentukan partai oleh Senat Mahasiswa yang akan dijadikan sebagai kendaraan politik untuk pencalonan presiden mahasiswa (Presma). Senat Mahasiswa Fakultas yang belakangan di banyak kampus dirubah istilah dan namanya menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) yang secara struktural berada di bawah Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU) juga menjadi sentral aktifitas intra maupun ekstrakurikuler mahasiswa. Riset, diskusi, seminar, workshop kefakultasan adalah beberapa contoh kegiatan yang intens dilaksanakan oleh SEMA sebagai upaya untuk meningkatkan mutu SDM anggota senat agar dapat bersaing dan ikut berkutik dalam dunia intelektual kampus.
Dari gambaran singkat di atas, kiranya tidak ada salahnya jika penulis bermaksud membandingkan antara dinamika kemahasiswaan kita (Masisir) dengan dinamika mahasiswa kampus di Tanah Air. Karena pada kenyataanya kita sama-sama menganut sistem yang sama, SGS. Bahkan, SGS yang kita terapkan pada dinamika kemahasiswaan kita sekarang ini adalah adopsi dari SGS yang diterapkan di kampus UIN (Ramli Syarqawi, S.Ag adalah salah satu pengusung dan pencetus SGS Masisir).Maka, mari kita lihat seberapa maksimal penerapan SGS Masisir dari perspektif organisasi Senat Mahasiswa, setidaknya dari senat kita sendiri, Ushuluddin. Terhitung sejak didirikannya sekitar tahun 2005 -yang sebelumnya mati suri-, senat Ushuluddin hanya mempunyai kurang dari 50 orang anggota aktif. Padahal, Ushuluddin adalah fakultas terfavorit dan dipilih oleh mayoritas dari sekitar 5000 mahasiswa. Ada apa? Dalam kacamata penulis –sekaligus sebagai otokritik- fenomena kejanggalan ini terletak pada pertamakali diadakannya orientasi mahasiswa baru atau yang sering kita sebut Ormaba. Walaupun mahasiswa baru sudah didata melalui formulir per senat, serta materi tentang kesenatan juga diperkenalkan pada Ormaba tersebut, akan tetapi dua hal ini belum cukup memikat dan mengikat mahasiswa baru untuk selanjutnya dapat terlibat aktif dalam dinamika kesenatan. Itu karena, pendataan melalui formulir yang dilakukan tersebut hanya sebatas pendataan, tanpa adanya follow up dan penekanan kepada Maba untuk mengikat diri di senat. Terbukti dari jumlah mahasiswa yang terdata ketika Ormaba hanya tersisa kurang dari 50 puluh orang anggota aktif. Ke mana yang lain? Begitu pula dengan materi kesenatan yang dikenalkan ketika orientasi juga hanya sebatas pengenalan, bukan materi tentang kesenatan secara spesifik.
Selanjutnya, senat Ushuluddin –dalam perspektif penulis dan mayoritas mahasiswa- adalah senat terfakum dalam hal aktifitas dan kegiatan. Jangankan untuk kegiatan yang sifatnya eksternal, terbuka untuk umum, seperti SEMA FSQ dengan "Malam Peduli Lebanonnya", SEMA FBA dengan seminar tentang jurnalistik Arabnya pada tahun 2003, SEMA FSI dengan bedah bukunya baru-baru ini, selama setahun ini kegiatan yang sifatnya khusus mengundang massa mahasiswa Ushuluddin saja tidak pernah tercium baunya.
Hal ini semakin menegaskan paradigma yang menyebutkan lemahnya kekuatan senat Ushuluddin sehingga tak mampu menarik empati massanya, bahkan untuk sekedar berpartisipasi dalam atmosfir kesenatan.
Dari dua pokok permasalahan di ataslah (minimnya jumlah anggota tercatat dan fakumnya aktifitas) berbagai problema dalam SEMA Fakultas Ushuluddin muncul, sehingga berakibat kepada tidak optimalnya peran senat Ushuluddin dalam kancah dinamika keilmuan Masisir. Selanjutnya, tidak bijak kiranya jika penulis hanya menyebutkan permasalahan tanpa ada solusi yang ditawarkan. Maka di bawah ini adalah beberapa solusi umum dalam rangka merubah kondisi terpuruk ini menuju optimalisasi peran senat Ushuluddin agar dapat ikut bersuara dalam dinamika kemahasiswaan kita.
Kaitannya dengan manimnya partisipasi anggota dalam senat, maka haruslah ada perubahan sistemik pada acara orientasi mahasiswa baru (Ormaba) oleh PPMI. Sebagai efisiensi dana dan kegiatan, orientasi mahasiswa baru per senat yang biasanya dihandle langsung oleh pihak senat (seperti Tawashul untuk SEMA Ushuluddin) seharusnya bisa dilebur dengan Ormaba PPMI. Dari Ormaba tersebut antusiasme serta semangat mahasiswa baru terhadap senat akan lebih tinggi dibanding jika orientasi senat diadakan setelah Ormaba. Hal ini juga dimaksudkan supaya orientasi senat tidak kalah start dengan orientasi kekeluargaan. Kemudian PPMI sebagai pihak yang membawahi organisasi SEMA (sebagaimana BEMU yang membawahi BEMF) haruslah mampu menunjukkan kekuatannya dengan cara mewajibkan seluruh mahasiswa baru untuk mengikat diri dalam senat. Karena bagaimanapun, keterikatan anggota adalah modal awal untuk memulai pergerakan di senat. Kalau anggotanya saja tidak ada, apa yang akan digerakkan dan diperjuangkan?
Selanjutnya, kaitannya dengan fakumnya kegiatan senat yang ditengarai karena salah satunya, minimnya dana yang dialokasikan kepada senat, sebagai solusinya Sidang Pleno II BPA dalam pembahasan RAPBO DPP-PPMI term I merekomendasikan penetapan jatah wajb (primer) senat untuk term pertama sebanyak 500 Pound, ditambah jatah skunder sebesar 1000 Pound dengan syarat organisasi senat terkait tidak fakum aktifitas. Ditambah lagi subsidi dana dari BWAKM sebesar 900 Pound untuk seluruh organisasi senat, maka tidak ada alasan bagi organisasi SEMA terutama Ushuluddin untuk tidak menggalakkan kegiatan. Tak harus kegiatan yang berskala makro dan bersifat umum, penulis melihat senat Ushuluddin harus memulainya dengan kegiatan-kegiatan yang lebih mengerucut tentang kesenatan dan diperuntukkan khusus mahasiswa Ushuluddin seperti kajian, diskusi, pelatihan, dan lain-lain. Kemudian masih seputar dana, rekomendasi BPA yang mengusulkan kepada DPP-PPMI untuk mengalokasikan 5 jatah tambahan Temus (10 jatah Temus dikurangi 5 Temus WIHDAH) kepada senat haruslah diperjuangkan. Karena itu nantinya akan menjadi salah satu sumber keuangan terbesar senat, sehingga senat tidak selalu bergantung kepada anggaran DPP untuk memulai aktifitas.
Senat mahasiswa melalui PPMI juga harus mempunyai suatu kekuatan yang bersifat mengikat dan mengakar. Peraturan tentang pengurusan dan mediasi calon mahasiswa baru yang harus melalui senat, misalnya. Senat melalui dukungan PPMI pula hendaknya menghimbau kepada seluruh organisasi di luar senat untuk mendukung optimalisasi peran senat dengan cara mengalihkan bimbingan belajar kepada senat sebagai upaya lain untuk mengikis kefakuman dari partisipasi massanya, sehingga dengan sendirinya anggota fakultas akan banyak muncul dalam dinamika kesenatan.
Terakhir, pembicaraan tentang optimalisasi peran senat besrta solusi-solusi seperti di atas adalah omong kosong, jika tidak dibarengi dengan tindak lanjut dan dukungan dari pihak dalam senat sendiri. Oleh sebab itu, perbaikan dari dalam senat sendiri adalah suatu keniscayaan sebelum lebih jauh melangkah keluar. Untuk memaksimalkan fungsi senat, seorang pengurus terutama pengurus harian haruslah mau mengikat sumpah setia untuk tidak aktif di organisasi manapun dan menomorsatukan senat, bukan menganaktirikannya! Wallahu A'lam.

*Mahasiswa Akidah Filsafat Tingkat III




READ MORE